Kisah Perjalanan Hidup Prof. Dr. Ing. BACHARUDDIM JUSUF HABIBIE
Perjalanan Hidup Prof. Dr. Ing. Bj. Habibie
Ketika beliau
pergi haji akhir tahun 1982, mendapatkan pujian, “Habibie, dunia ini tidak tuli
dan buta. Bahwa, didunia ini terdapat ilmuwan muslim yang mengangkat nama Islam
dimata dunia dengan prestasi dan progresifitas.”
-Pengeran
Sultan Abdul Aziz (Saudi Arabia)-
Siapa yang tak kenal
dengan ilmuwan Islam di abad modern ini, manusia pintar, genius dan mungkin
diantara 130 juta penduduk Indonesia. Berbagai ilmu eksakta, sosial, politik
dan aeronik telah dikuasai walaupun secara otodidaks maupun akademik. Perjalan
hidup B.J. Habibie merupakan pelajaran hidup seorang ilmuwan tanah air yang
sukses dimata dunia bukan hanya fiktif ataupun rekayasa melainkan realitas yang
nyata dan fakta. Oleh sebab itu pada rubrik ini kita akan mengetahui, siapakah
BJ. Habibie? Bagaimanakah beliau mendapatkan prestasi yang gemilang dimata
dunia? Faktor apakah yang mendasari kesuksesan beliau baik di Indonesia maupun
dirantau?
Tindak
TanduknyaBj. Habibie lahir di Pare-Pare tepatnya provinsi Ujung Pandang pada tanggal 25 Juni 1936 dengan nama lengkap Bacharuddin Jusuf Habibie, putra Alwi Abdul Jalil Habibie dan R.A Tuti Marini Puspowardojo, beliau merupakan anak ke-4 dari delapan bersaudara, sejak kecil beliau telah membangun begron masa depannya yang cemerlang baik dari segi spiritual maupun intelektual. Belajar, membantu orang tua, mengaji dan shalat merupakan rutinitas sehari-hari yang tak pernah ditinggalkan. Oleh sebab itu, sejak duduk di bangku sekolah beliau adalah murid yang jenius, ramah, sopan dan tidak sombong. Sehingga pelajaran eksakta yang sulit seperti, matematika, fisika, kimia, stereo dan geneo dalam sekejap dapat diselesaikan dengan nilai yang baik sekali.
Namun sejak 3 September 1950, bapak beliau meninggal karena mengalami serangan jantung ketika menunaikan shalat Isya’. Dengan perasaan duka yang mendalam R.A Tuti Marini menadahkan tangan kepada Allah untuk meminta ketabahan dalam menghadapi hari-hari selanjutnya. Setelah beberapa saat setelah kematian suaminya beliau langsung memutuskan kepada anak laki-laki pertamanya yaitu Habibie untuk pindah ke Jawa (Bandung) agar dapat meneruskan pendidikannya.
Tetapi jauh dari kehidupan anaknya yang rajin dan tekun belajar, Ny. R.A Tuti Marini tidak merasa tenang, sehingga memutuskan untuk meninggalkan Ujung Pandang sekeluarga untuk transmigrasi ke Bandung dengan menjual rumah dan kendaraannya. Selama menjadi mahasiswa di ITB Habibie memang banyak tertarik dibidang aeromodeling atau model pesawat terbang yang ia buat sendiri.
Menjadi Mahasiswa di Aachean
Pada tahun lima puluhan, belajar diluar negeri masih merupakan hal yang
langka, baik dengan beasiswa pemerintah maupun biaya sendiri. Tetapi Ny. R. A
Tuti Marini sudah bertekad kepada anak-anaknya untuk melanjutkan pendidikan
semaksimal kemampuannya, termasuk keluar negeri B.J. Habibie mendengar sendiri
malam ketika ayahnya meninggal, ibunya yang waktu itu mengandung delapan bulan
berteriak-teriak dan bersumpah di depan jasad Alwi Jalal Habibie suaminya,
bahwa cita-cita suaminya terhadap pendidikan anak-anaknya akan diteruskan.
Itulah yang membuat Habibie tidak heran ketika diajak runding ibunya. “Nak,
kamu sudah saya dapatkan beasiswa untuk keluar negeri. Sudah ada izin dari P
dan K, katanya.”
Kebetulan pada suatu hari ia bertemu dengan Kenkie (Laheru) temannya di
ITB. Laheru mengatakan ia akan pergi ke Jerman melanjutkan pendidikan. B.J.
Habibie langsung menyatakan bahwasannya ia juga berniat, tetapi bagaimana bisa
memperoleh izin dan visa ? Laheru menjawab, sementara ini yang paling penting
adalah menghubungi kementerian perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan Jakarta.
Beliau langsung berangkat ke Jakarta dan menemui petugas yang berwenang.
Waktu itu beliau ditanya jurusan apa yang paling dikuasai? Beliau menjawab
fisika yang termasuk jurusan aeronautika atau intruksi pesawat terbang. Ibu
beliau mengirim Habibie keluar negeri dengan alasan, Saya memilih Habibie
karena anak itu kelihatan lebih serius dalam hal belajar. Sampai-sampai dibalik
pintupun ia bisa membaca buku dengan asyiknya. Sebetulnya, adiknya ada yang
ingin melanjutkan sekolah ke luar negeri tapi bagaimana lagi waktu itupun, saya
harus melepas seluruh uang tabungan, dan sebagai janda saya tidak memiliki
koneksi, sehingga terpaksa saya harus berjuang sendiri demi anak.”
Ketika sampai di Jerman, beliau sudah bertekad untuk sunguh-sungguh
dirantau dan harus sukses, dengan mengingat jerih payah ibunya yang membiayai
kuliah dan kehidupannya sehari-hari. Sebelum berangkat ke Jerman, beliau
bertemu Prof. Dr. Muhammad Yamin selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, yang
waktu itu mengelus-ngelus kepalanya dan berkata, “Kamu inilah harapan bangsa.”
Nasehat tersebut merupakan ujian yang harus dilalui dengan sukses oleh B .J.
Habibie.
Hidup di Rantau
Beberapa tahun kemudian, pada tahun 1955 di Aachean, 99% mahasiswa
Indonesia yang belajar di sana diberikan beasiswa penuh. Hanya beliaulah yang
memiliki paspor hijau atau swasta dari pada teman-temannya yang lain
Musim liburan bukan liburan bagi beliau justru kesempatan emas yang harus
diisi dengan ujian dan mencari uang untuk membeli buku. Sehabis masa libur,
semua kegiatan disampingkan kecuali belajar. Berbeda dengan teman-temannya yang
lain, mereka; lebih banyak menggunakan waktu liburan musim panas untuk bekerja,
mencari pengalaman dan uang tanpa mengikuti ujian.
Dalam kelas-kelas yang diikutinya Habibie kadang-kadang menarik perhatian.
Pernah suatu hari Habibie mengikuti kuliah yang diberikan oleh Prof. Ebner,
tetapi karena terlambat beberapa menit ia masuk ruangan kuliah dengan
berhati-hati. Kira-kira setengah jam kemudian, Prof. Ebner berhenti dan
menanyakan kepada mahasiswa apakah ada yang belum jelas ataupun bertanya.
Tiba-tiba beliau angkat bicara dengan langsung mendebat, sehingga suasana mulai
berubah. Dan semakin lama perdepatanpun semakinseru, sampai akhirnya semua
mahasiswa satu persatu meninggalkan tempat karena makin panjangnya perdebatan.
Disamping aktif menjadi mahasiswa jurusan aeronik, ternyata kiprah Habibie
dalam dunia sosial sangat bagus, beliau mengadakan seminar PPI yang mengupas
masalah pembangunan, politik, ekonomi serta sosial di Indonesia.pada tahun 1959
dengan penuh perjuangan dan usaha yang tidak mudah, sehingga beberapa
perusahaan beliu kunjungi untuk meminta dana dari proposal yang beliau buat
sendiri. Seminar tersebut diikuti oleh seluruh mahasiswa dan mahasiswi
Indonesia yang berdomisili di Eropa.
Sementara seminar terealisasikan, beliau terkapar sakit dan mendekam di
klinik universitas Bonn dikarenakan serangan influenza yang virus-virusnya
masuk ke jantung. Sehingga selama 24 jam, dalam keadaan tidak sadar tiga kali
dikembalikan kekamar mayit dari bangsal biasa. Namun, Allah masih memberikan
kesempatan bagi beliau untuk meneruskan perjuangannya, dan saat sadar beliau
menciptakan sajak, yaitu:
Sajak ini, mengisahkan tekad dan kepasrahannya dalam mengabdi untuk
mencapai kemakmuran bangsa bukan untuk dilihat orang tetapi merupakan kewajiban
generasi bangsa baik individu maupun kelompok.
Memang tekad suci dan kuat, serta tujuan belajar serta hidup yang suci
menjadi dasar kesuksesan beliau dalam bidang akademik. Sehingga pada tahun 1960
meraih gelar Diploma Ing., dengan nilai Cumlaude atau dengan angka rata-rata
9,5. Dengan gelar insinyur, beliau mendaftar diri untuk bekerja di Firma
Talbot, sebuah industri kereta api Jerman. Pada saat itu Firma Talbot
membutuhkan sebuah wagon yang bervolume besar untuk mengangkut barang-barang
yang ringan tapi volumenya besar. Talbot membutuhkan 1000 wagon. Mendapat
persoalan seperti itu, Habibie mencoba mengaplikasikan cara-cara kontruksi
membuat sayap pesawat terbang yang ia terapkan pada wagon dan akhirnya
berhasil.
Sedangkan pada tahun 1965 Habibie mendapatkan gelar Dr. Ingenieur dengan
penilaian summacumlaude dengan angka rata-rata 10 dari Technische Hochschule
Die Facultaet Fuer Maschinenwesen Aachean. Belum lagi penemuan beliau tentang
pemecahan persoalan penstabilan konstruksi di bagian ekor pesawat yang dihadapi
oleh Perusahaan HFB (Hamburger Flugzeugbau) yang kini berubah menjadi MBB
(Messerschmitt Bolkow Blohm) selama tiga tahun akhirnya dapat diselesaikan oleh
Habibie dalam waktu enam bulan. Sehingga, penemuan-penemuan tersebut diabadikan
oleh berbagai pihak yang dikenal dengan teori, faktor dan metode Habibie.
Kegigihannya dalam mempertahankan pendapat, baik mengenai program-program
penelitian maupun yang lainnya membuahkan hasil baginya. Sehingga pada tahun
1974, beliau sudah diangkat menjadi Wakil Presiden dan Direktur Teknologi MBB.
Amanat tersebut merupakan jabatan tertinggi yang diduduki oleh orang asing.
Prestasi-prestasi yang diukir di Jerman bukan kunci keberhasilan dan
kejayaan bagi beliau, justru hal tersebut sebagai sarana dalam mempersiapkan
diri jika kelak berada di tanah air. Pada umur 28 tahun, ketika itu Habibie
belum bisa kembali pulang ke Indonesia justru beliau diberi tugas untuk membina
kader-kader bangsa yang sedang mendalami konstruksi pesawat. Akhirnya,
kader-kader tersebut beliau berikan peluang untuk bekerja di MBB melalui
prakarsa yang tidak mudah untuk meyakinkan pihak perusahaan dalam menerima 30
orang Indonesia. Saat Habibie dipanggil untuk pulang ke Indonesia, 30 orang
tersebut bersama-sama beliau kembali ke tanah air guna menjalankan tugas yang
diberikan oleh presiden Suharto.
Kembali ke tanah air
Presiden Suharto langsung memberi instruksi kepada B.J. Habibie untuk
merintis IPTN. Bermodalkan semangat dan tekad yang kuat B.J.Habibie berangkat
ke luar negeri guna mengajak industri-industri pesawat terbang lainnya untuk
bekerjasama. Di dalam usahanya itu, tantangan besar siap dihalau. Bahkan
tamparan keras dirasakan ketika akan berunding dengan sebuah industri pesawat
terbang di Kanada. Direktur utama perusahaan menolak untuk bertemu bahkan
ketika asisten direktur perusahaan menerimanya, dengan keras mereka menjawab
tidak berminat untuk bekerja sama dengan Indonesia dan yang perlu dimengerti
oleh anda membangun industri pesawat terbang itu tidak mudah Habibie seharusnya
semua mengerti. Dengan kata lain, bangsa Indonesia tidak akan becus membuat
pesawat terbang. Karena itu jangan bermimpi.
Tidak ada usaha tanpa hasil didunia ini, akhirnya beliau mendapatkan mitra
yaitu CASA Spanyol yang setuju bekerjasama dalam pembuatan NC 212 Aviocar
berbaling-baling ganda. Kemudian berdasarkan pengalamannya di Eropa, beliau
berhasil membuat persetujuan dengan MBB untuk membuat Helikopter BO-105 dan
sebagainya.
Menaiki jenjang karier di Indonesia banyak prestasi yang beliau raih,
diantaranya: memimpin industri IPTN, guru besar bidang konstruksi pesawat
terbang di ITB, menjadi Menteri Riset dan Teknologi, Wakil Presiden RI,
Presiden RI, ketua ICMI (Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia), pemimpin umum
The Habibie Center, dan masih banyak prestasi beliau yang diukir baik nasional
maupun Internasional. Beliau bagaikan mendayung diantara gelombang, kritik
positif maupun tidak membangun tiada henti. Namun apakah kata? Tiada orang yang
sempurna didunia ini, maka tikaman dan hujatan beliau hadapi dengan tenang
serta tabah.
Charge dalam hidup
Walaupun sibuk dengan urusan bangsa, organisasi dan keluarga, namun
nilai-nilai spiritual tetap harus didepankan. Beliau tidak pernah lupa sholat
lima waktu, sesekali shalat tahajjud, puasa Senin-Kamis serta menunaikan ibadah
haji. Selama di rantau dalam keadaan rindu kepada Tuhan, di manapun tidak
memilih tempat, ia berhenti untuk berdoa. Beliau ingat dengan ayahnya yang
saleh. Beliau biasa membawa tasbih kemanapun berada. Karena ibadah spiritual
merupakan charge (mengisi tenaga) dan secara biologis hal itu berarti menambah
kalori dan energi.
Doa BJ Habibie untuk
Alm. Hainun
MANUNGGAL
ALLAH, lindungilah kami
Dari segala gangguan, godaan, dan kejahatan
Yang datang dari luar dan dalam
Mencemari yang ENGKAU tanam di diri kami, Bibit Cinta
Cinta, Murnia, Suci, Sejati, Sempurna dan Abadi
Sepanjang masa, kami siram tiap saat dengan kasih sayang
Kamu bernanung dan berlindung dibawah Bibit Cinta ini
Cinta yang telah menjadi kami Manunggal
Manunggal Jiwa, Roh, Batin, dan Nurani kami
Sepanjang masa, sampai Akhirat
Terima kasih Allah, ENGKAU telah pisahkan kami
Sementara berada dalam keadaan berbeda
Isteriku Ainun dalam Dimensi Baru dan Alam Baru
Saya dalam Dimensi Alam Dunia
Terima kasih Allah, sebelum kami dipisahkan
ENGKAU telah jadikan kami manunggal
Saya manunggal dengan Ainun sepanjang masa
Memperbaiki, menyempurnakan dan menyelesaikan
Rumah kami di Alam Dunia sesuai dengan keinginanMu
Ainun manunggal dengan saya sepanjang masa
Membangun “Raga” kami yang Abadi di Alam Baru
Murni, Suci, dan Sempurna sesuai dengan keinginanMU
Terima kasih Allah, ENGKAU telah menjadikan bibit
CintaMu ini paling Murnia, paling Suci, paling Sejati, dan paling Sempurna.
Sifat ini diseluruh Alam Semesta hanya mungkin dimiliki ENGKAU
Jika sampai waktunya
Tugas kami di Alam Dunia dan di Alam Baru selesai
Tempatkanlah kami Manunggal di sisiMu
Karena Cinta Murni, Suci, Sejati, Sempurna, dan Abadi
Dalam “Raga” yang Abadi, dibangun Ainun Manunggal dengan saya Sesuai
kehendakMU di Alam Baru sepanjang masa
Jiwa, Roh, Batin, “Raga”, dan Nurani kami, Abadi sampai Akhirat.
Kehidupan Berumah Tangga
Dulu dirumah Rangga Malela no 11 B, BJ Habibie
memberanikan diri mengajak Ainun jalan-jalan dari rumah Rangga Malela ke kampus
Fakulstas Teknik Universitas Indonesia atau yang sekarang dikenal dengan ITB,
melewati sekolah mereka SMAK. Tanpa mereka sadari waktu berjalan begitu cepat
dan mereka berpegangan tangan. Sejak saat itulah beliau dan Ainun secara batin
tidak pernah berpisah.
Semuanya
berlangsung dengan cepat. Mereka pun akhirnya menikah bulan Mei. Bulan Juni
mereka mengurus cuti ibu Ainun diluar tanggungan negara mengikuti suami ke
Jerman, ke Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang pada waktu itu
dijabat oleh Pak Sjarif Thayeb, ke Pak Sudjono Djuned Pusponegoro yang pada
waktu itu Menteri Riset Nasional, dan ke Pak Toyib Hadiwidjaja selaku Menteri
PTIP. Akhirnya, dengan bekal masing-masing satu koper, berangkatlah mereka
berdua ke Aachen, Jerman.
Di
Aachen mereka mula-mula menyewa suatu paviliun tiga kamar. Pada permulaanya
hidup terasa berat sehingga mereka dibantu seseorang pembersih rumah. Waktu ibu
Ainun sudah hamil empat bulan, mereka merasa rumah yang ditinggali akan terlalu
kecil untuk mereka bertiga kedepannya.
Mereka
menemukan sebuah rumah susun diluar Aachen. Letaknya di Oberforstbach. Besarnya
lumayan, ada kamar keluarga, kamar tidur, kamar anak-anak, dapur, dan kamar
mandi. Hidup mulai terasa agak berat. Bukan karena beban pekerjaan di rumah
tetapi karena rasa kesendirian.
Obserforst
sebuah desa, kalau mau ke Aachen untuk keperluan tertentu seperti memeriksakan
kandungan ke dokter, maka harus naik bis. Bis hanya ada setiap dua jam pagi dan
sore hari.
Hidup
mereka terasa sepi, jauh dari keluarga, para sahabat, dan segala-segalanya.
Tidak ada yang dapat diajak ngobrol. Berbahasa Jerman pun waktu itu kurang disukai:
bahasa Jerma setamat SMA ternyata tidak begitu menolong bagi Ainun, karena sang
suami pulang larut malam. Beliau harus bekerja, harus menyelesaikan promosinya.
Penghasilan
mereka pas-pasan: mendapat setengah gaji seorang Diplom Ingineur, oleh karena
bekerja setengah hari sebagai Asisten pada Institut Konstriksi Ringan
Universitas, enam ratus DM lagi dari DAAD, Dinas Beasiswa Jerman. Untuk
menambah penghasilan, Pak Habibie dengan mencuri-curi waktu bekerja sebagai
ahli konstruksi pada pabrik kereta api mendisain gerbong-gerbong berkontruksi
ringan. Waktu sangat berharga dan harus diatur ketat oleh pasang suami istri
ini. Pagi-pagi harus ke pabrik dahulu, kemudian sampai malam diuniversitas.
Pukul 10.00 atau pukul 11.00 malam baru sampai dirumah dan menulis disertasi.
Kemana-mana naik bis, malah karena kekurangan uang untuk membeli kartu
langganan bulanan, dua tiga kali seminggu beliau jalan kaki mengambil jalan
pintas sejauh 15 km. Sepatunya berlobang-lobang, baru menjelang musim dingin
lobangnya ditambal.
Soalnya
pengeluaran tetap meningkat, disamping keperluan sehari-hari perlu ada tabungan
untuk kedepannya. Harus dibayar asuransi kesehatan, dan ternyata asuransi
kesehatan bagi wanita hamil cukup tinggi karena memperhitungkan segala
kemungkinan, rumah sakit, terjadinya komplikasi, dsb.-nya.
Pak
Habibie mempelajari iklan lapangan kerja. Kebetulan di Aachen ada suatu
perusahaan pembuat gerbong kereta api bernama Talbot. Perusahaan ini mencari
seorang ahli konstruksi ringan dan canggih sesuai persyaratan Deutsche
Bundesbahn, perusahaan kereta api Jerman. Namun tugas dan pekerjaan beliau di
Institut Kontruksi Ringan tidak boleh dirugikan. Baik mengajar maupun
pelaksanaan riset harus diselesaikan sesuai rencana dan jadwal yang telah
ditentukan. Jikalau masalah keuangan dalam rumah tangga beliau selesai, maka
beliau harus segera berhenti bekerja di Talbot. Pak Habibie pun menjadi
penasehat Direktur Teknik dan Pengembangan Dr. Stiefel, Kepala Pembangunan
Kereta Dipl.-Ing. Makosch dan Kepala Konstruksi-Perhitungan Kereta Dipl.-ing.
Weckmann yang ketiganya itu berusia diatas 55 tahun yang sangat konservatif
pendapat dan filsafat mereka mengenai konstruksi. Pemikiran itu baru khususnya
konstruksi ringan yang diterapkan pada konstruksi pesawat terbang tidak dipahami
dan tidak begitu diperhatikan.
Namun
mereka sepakat bahwa ia akan diikutsertakan untuk memenangkan tender pusat
pengadaan gerbong kereta api dengan memanfaatkan teknologi konstruksi ringan.
Tender itu harus diserahkan dalam 6 bulan dan pemenang tender akan ditugaskan
untuk membuat prototipe yang akan ditest, baik kelayakan stabilitas maupun
kekuatan rangkanya di Pusat Percobaan dan Pengetesan milik Deutsche Bundesbahn
(DB) di kota Minden. Jika perusahaan tersebut dapat mengatasi percobaan, maka
pemenang tender diberi order yang cukup besar. Biaya pembuatan, pengetesan dsb.
Prototipe tersebut dibebankan pada perusahaan Kereta Api Jerman Deutsche
Bundesbahn. Selama proses ini
berlangsung, beliau akan mendapat tunjangan bersih sebesar gaji dia di Institut
Konstruksi Ringan. Disesuaikan dengan jumlah pesanan, ia akan mendapat “bonus”.
Pak Habibie pun merima tawaran ini dan menyanggupi untuk segera bekerja.
Dalam
tiga bulan pertama bekerja di Talbot, ia hampir tidak ada waktu untuk tidur.
Banyak pengetahuan dan pandangan baru yang harus ia pahami dan perhatikan.
Setelah ia pahami dan mengetahui kendala dan batasan bangun KA, maka dasar dan
prinsip penerapan teknologi kontruksi ringan ia terapkan. Beliau merubah
konstruksi konvensional dan konservatif yang sejak puluhan tahun diterapkan
pada KA dengan prinsip dasar konstruksi ringan yang sudah diterapkan di
Industri Dirgantara. Saya mulai memengaruhi dan merubah konstruksi dan bentuk
Gerbong di Talbot KA. Para ahli konstruksi di Talbot menggelengkan kepala dan
memberi komentar yang sangat kritis. Hampir semua berpendapat bahwa perubahan
yang ia usulkan akan gagal. Sikap mereka yang usianya rata-rata dua kali usia
beliau, sangat konservatif. Apa yang tidak dikenal susah segera diterima tanpa
bukti melalui suatu tes, yang di dalam hal ini masih harus dilaksanakan. Saya
bersyukur bahwa justru Dr. Siefel dan Dipl.-Ing. Makosch setelah beliau
jelaskan dengan perhitungan dan gambar yang menyakinkan, menerima saran dan
usul saya. Tahap demi tahap pekerjaan diselesaikan sesuai rencana baik di
Talbot maupun di Kantor Institut Konstruksi Ringan. Ibu Ainun pun selalu
mendampingin dan mengilhami beliau, selalu mendengar pemikiran beliau
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang kritis dan menarik, selalu sabar,
konsistent memberi semangat, dorongan dengan keyakinan bahwa apa yang saya
laksanakan itu adalah yang terbaik. Ia sangat memperhatikan kesehatan beliau.
Ia tidak pernah mengeluh karena tidak kebagian waktu. Yang sering diberikan
adalah senyuman yang memukau hati dan yang selalu beliau rindukan.
Tender
yang dimenangkan adalah mengenai Gerbong Ruang Luas atau Groβraum Wagen untuk
mengangkut muatan ringan seperti produk komponen elektronik. Bersama satu Tim
Insinyur perusahaan Talbot yang diperbantu pada Pak Habibie, mereka merekayasa,
membuat prototipe Gerbong Ruang Luas yang dites Balai Percobaan dan Penelitian
Perusahaan KA Jerman Deutsche Bundebahn di kota Minden. Untuk pertama kalinya
Pak Habibie harus meninggalkan Ainun seorang diri dalam keadaan hamil tua tanpa
pembantu di desa kecil diluar kota Aachen. Alhamdulilah tetangga Pak Habibie
dan Ibu Ainun ada yang bersedia akan menjaga dan memperhatikan Ainun.
Syukur
alhamdulilah semua berjalan lancar dan tugas dapat dikerjakan sesuai rencana,
jadwal, dan kontrak dengan perusahaan Talbot. Mereka bersyukur pada Allah SWT
karena kepada Ainun beliau dapat serahkan pemasukan tambahan, untuk persiapan
kelahiran bayi mereka berdua.
Akhirnya
mereka memiliki cukup dana untuk membeli bahan pakaian dan perabotan rumah
tangga pada umumnya, khususnya untuk menyempurnakan kamar tidur anak, tanpa
mengorbankan makan sehat. Pak Habibie pun mempunyai lebih banyak waktu untuk
menemani Ibu Ainun ke kota kerena kewajiban di Talbot sudah selesai.
Secara
teratur Ainun diperiksa oleh dokter kandungan. Mereka telah menyepakati bahwa
jikalau bayi yang lahir itu adalah perempuan, maka Ainun yang memberi nama.
Jikalau laki-laki, maka Pak Habibie yang memberi nama. Ibu Ainun memilih nama
“Nadia Fitri” yang memiliki arti embun pagi yang selalu suci, sedangkan Pak
Habibie memilih nama “Ilham Akbar”.
Tanggal
15 Mei 1963 pukul 20.00 Ibu Ainun merasa tanda-tanda bayi mereka akan lahir.
Dokter kandungan yang mendampingi Ainun selama kehamilan telah mendaftarkan
Ainun di RS Umum Aachen. Data-data ibu Ainun termasuk kartu dan nomor asuransi Deutsche Kranken Versicherung AG telah
diberikan kepada yang bersangkutan. Sekitar pukul 01.00 sampai 01.30 bayi
berkelamin laki-laki mereka lahir pada tanggal 16 Mei 1963 dan diberi nama
Ilham Akbar Habibie.
Setelah
Ainun pulang, kehidupan mereka di rumah berubah dengan lahirnya Ilham yang
memberi kenikmatan tersediri bagi mereka berdua. Kesibukan Pak Habibie
bertambah karena dikejar oleh jadwal penyelesaian program S3 beliau.
Tahap
demi tahap dengan bekerja keras, dorongan, kasih sayang Ainun bersama putra
mereka Ilham menjelang hari ulang tahunnya yang pertama, hasil penelitian
beliau dinilai sudah memenuhi persyaratan Fakultas Bagian Mesin RWTH-Aachen
untuk diajukan sebagai karya S3 dalam tempo yangs sesingkat-singkatnya.
Pada
bulan September 1964 Karya tesis S3 beliau, resmi diserahkan kepada Fakultas
Bagian Mesin RWTH-Aachen untuk disidangkan pada sidang paripurna fakultas yang
akan datang. Bulan April 1965, beliau merima surat keputusan Sidang Paripurna
Fakultas Bagian Mesin RWTH-Aachen, yang menyatakan beliau diterima setelah
dipelajari oleh pusat keunggulan ristek dunia yang sedang mengadakan penelitian
bidang Karya S3nya. Beliau pun dipersilahkan memberi kuliah umum mengenai Karya
S3nya pada hari Kamis tanggal 15 Juli 1965.
Setelah
melaksanakan Kuliah Umum S3 dan dinyatakan lulus dengan nilai penilaian “Sehr Gut” atau sangat baik. Karena Karya
S3 beliau mengenai konstruksi ringan pada kecepatan Supersonic bahkan Hypersonic, maka ia tidak hanya saja
menerima surat ajakan bergabung dengan Boeing di Amerika, bahkan merima
wakilnya di kantor atas sepengetahuan Profesornya. Pekerjaan dan fasilitas yang
ditawarkan sangat menarik dan menyakinkan.
Diskusi
antara beliau dengan Ibu Ainun mengenai masa depan mereka dan pembangunan
Indonesia sangat mendalam dan lebih susah memutuskan. Akhirnya Ainun
menyerahkan keputusan kepada saya dengan persyaratan tidak lupa dan mengingkari
sumpah yang pernah beliau ucapkan ketika sakit keras dan berbaring seorang diri
dirumah sakit. Sumpah Pak Habibie itu;
Terlentang ! Jatuh ! Perih ! Kesal !
Ibu pertiwi
Engkau pegangan
Dalam perjalanan
Janji Pusaka dan Sakti
Tanah Tumpa daraku makmur dan suci
.........
Hancur badan !
Tetap berjalan !
Jiwa Besar dan Suci
Membawa aku PADAMU !
Arti , padamu adalah Indonesia makmur dan
suci yang mengandalkan pada keunggulan SDMnya.
Setelah
mereka renungkan bersama, tawaran Boeing mereka tolak dan memutuskan agar
melamar pada perusahaan kecil di Hamburg dengan karyawan sekitar 4000 orang dan
bernama “Hamburger Flugzeug Bau atau
HFB”.
Sejak
tanggal 1 September 1965 Pak Habibie mulai bekerja di perusahaan Hamburger
Flugzeug Bau atau HFB. Mereka pindah dari desa Oberforstbach dekat dengan
Aachen ke Hamburg kota terbesar di Jerman Barat. Karena kesibukan di kantor ,
Pak Habibie tidak menyadari bahwa Ainun sedang mengandung bayi mereka yang
kedua. Ainun memperkirakan awal Juni 1966 kemungkinan bayi mereka akan lahir.
Nama yang dinginkan Ainun jikalau bayi seorang putri. Namun jikalau pria beliau
usulkan diberi nama Thareq dan nama kedua diserahkan kepada Ainun, Ainun
memberi nama Kemal sehingga Thareq Kemal berarti Perintis yang Sempurna.
Kamis
tanggal 9 Juni 1966 di Rumah Sakit Universitas Hamburg Eppendorf sekitar pukul
11.00 bayi kedua mereka lahir dalam keadaan sehat dan bayinya adalah laki-laki
dan diberi nama Thareq Kemal Habibie. Pada waktu itu keadaan Indonesia sangat
labil dan diambang pintu kehancuran dengan indikator makro ekonomi yang tidak
menguntukan dan menentu. Setahun setelah beliau bekerja di perusahaan HFB, pada
bulan September 1966 beliau bertemu dengan Panglima Angkatan Udara (Pangau)
Marsekal Roesmin Nuryadin yang atas undangan pemerintah Jerman dengan timnya
sebanyak 5 tokoh Angkatan Udara berkunjung ke perusahaan HFB tempat Pak Habibie
bekerja. Ia datang untuk bersilahturahmi, melihat semua fasilitas dan
berdiskusi mengenai wawasan masa depan Industri Dirgantara di Indonesia.
Hanya
beberapa minggu kemudian dalam bulan Oktober 1966, Pak Habibie mendapat
kehormatan untuk bertemu dengan Bapak Mashuri Saleh SH, Direktur Jenderal
Perguruan Tinggi di Depatemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Bulan
Desember 1966, Pak Habibie menerima undangan untuk menghadiri resepsi dan
jamuan makan malam yang diadakan oleh Pemerintah Daerah Bremen dalam rangka
menghormati kunjungan resmi Menteri Luar Negeri Bapak Adam Malik. Pada tahun
1968 untuk 2 bulan lamanya, Insya Allah mereka sekeluarga akan ke Indonesia.
Satu bulan dinas dan satu bula berlibur.
Pak
Habibie dan Ibu Ainun bekerja keras dan menikmati setiap detik yang diberikan
Allah SWT dengan meletakkan jejak yang indah dengan perasaan khusus yang
dikalbui oleh cinta yang murni, suci, sejati, sempurna, dan abadi. Sehingga
semua yang tidak mungkin menjadi mungkin.
Dengan menggunakan pesawat perusahaan CSA dari Hamburg ke Indonesia melalui Praha, Kairo,
Karachi, Bangkok, dan Singapura, kami tiba di Jakarta pada hari Sabtu tanggal
10 Februari 1968. Ketika mereka meletakkan kaki diatas bumi Indonesia, mereka
panjatkan doa kepada Allah SWT, bersyukur telah tiba dengan selamat membawa
Ainun bersama Ilham dan Thareq ke Tanah Air tercinta.
Minggu
pertama di Indonesia Pak Habibie sibuk melaksanakan persiapan kedatangan tim
Jerman yang akan dipimpin oleh beliau untuk melihat fasilitas di Jakarta,
Bandung, Semarang, Yogya, Solo, Madiun, Surabaya, dan Malang. Pertemuan dengan
Dirjen Dr. Salamun menghasilkan penyusunan rencana kunjungan keliling tim
Jerman dan tim pendamping Indonesia yang dipimpin oleh Ir. Edy Sanyoto.
Diputuskan rombongan akan memakai transportasi mobil dan peninjauan diakhiri
dengan kunjungan ke fasilitas disekitar Surabaya, kemudian dari Surabaya akan
memakai pesawat terbang Garuda kembali ke Jakarta.
Tanpa
Pak Habibie sadari, tiba waktunya untuk kembali ke Hamburg melanjutkan tugas
utama mereka di HFB. Mereka bersyukur dapat membantu meletakkan dasar masa
depan bangsa yang mengandalkan pada potensi SDM dan teknologi melalui
silahturahmi :
·
Memiliki pandangan dan data yang lebih luas,
objektif, dan tepat mengenai kendala yang sedang dan akan dihadapi jikalau
pembangunan Industri Dirgantara di Indonesia harus dimulai
·
Konsolidasi potensi SDM bidang Dirgantara
·
Membawa Ainun, Ilham, dan Thareq kembali
bersilahturahmi dengan Keluarga Besar Besari, Keluarga Besar Habibie, dan
Keluarga Besar teman-teman mereka.
Semua
acara dapat dilaksanakan tanpa membebani Pemerintah Indonesia, halal dan
mandiri diilhami oleh wajah senyuman sang istri tercinta dan dilindungi Allah
SWT. Terima Kasih Allah SWT.
Setibanya
di Hamburg Pak Habibie harus langsung terjun ke penyelesaian masalah rekayasa
yang sudah menumpuk dan hampir 9 minggu tidak diselesaikan secara tuntas.
Terpaksa beliau lembur. Walaupun kerja lembur dibiayai secara progesif, namun
yang menajadi korban adalah Ainun, Ilham, dan Thareq. Mereka hampir tidak
mendapatkan waktu dari Pak Habibie yang tidak akan mungkin bisa digantikan
dengan uang.
Sementara
itu, tindak lanjut kunjungan ke Indonesia dan proses penempatan beberapa kader
teknologi di perusahaan HFB dapat berjalan lancar sesuai rencana. Beliau
berhasil menyakinkan pimpinan HFB bahwa kader teknologi Indonesia semuanya
sudah dipilih secara objektif dan telah mendapat pendidikan yang terbaik dan
hasil yang terbaik pula. Pada tahun 1969 beberapa kader teknologi mulai datang,
seperti Ir. Harsono Pusponegoro, Ir. Rahardi Ramelan, Ir. Surasno Paramayuda,
Ir. Sofian Nasution, Ir. Abdul Munaf Gayo, dan Ir. Jermani Senjaya. Rombongan
kedua datang pada tahun 1970 seperti Ir. Sutadi Suparlan, Ir. Gunawan Sakri,
dan Ir. Oetaryo Diran.
Pada suatu hari, protokol KBRI dan
Deplu Republik Federal Jerman di Bonn, Senin tanggal 31 Agustus 1970
menginformasikan bahwa pada hari Jumat tanggal 4 September 1970, Presiden
Soeharto akan mulai kunjunganresminya selama 3 hari di Republik Federal Jerman.
Pak Habibie pun diminta supaya sudah berada di Bonn pada hari Sabtu tanggal 5
September 1970.
Inilah
pertama kalinya Pak Habibie bertemu dengan Presiden Soeharto setelah beliau
menjadi Presiden. Laporan kunjungan, saran, dan usul Pak Habibie difahami oleh
Pak Presiden Soeharto. Beliau meminta sabar dan mengadakan persiapan
seperlunya. Jikalau keadaan sudah mengizinkan untuk memulai membangun “industri
strategis”, maka Pak Harto akan memanggil Pak Habibie pulang. Sementara Pak
Habibie diharapkan terus konsolidasi dan mempersiapkan kader SDM yang handal
dan kelak sebagai aset dan cikal bakal pembangunan. Beliau berharap agar
teknologi yang dimanfaatkan dicek, dan Pak Habibie bisa memberikan tanggapan
besok pada tanggal 6 September 1970, sebelum kunjungan resmi di Republik
Federal Jerman diakhiri dan Pak Habibie pun menyanggupi permintaan dari Bapak
Presiden Soeharto.
Ketika
pada tanggal 25 Januari 1974, Pak Habibie memasuki Pesawat Lufthansa Boeing 747
di Frankfurt menuju Jakarta lewat Singapura. Dengan hati sedikit berdebar,
beliau tiba di Lapangan Terbang Kemayoran Jakarta pada hari Sabtu tanggal 26
Januari 1974 pukul 19.00.
PUISI BJ HABIBIE untuk Alm.
Ibu Hainun
Sebenarnya ini bukan tentang kematianmu, bukan itu.
Karena, aku tahu bahwa semua yang ada pasti menjadi tiada pada
akhirnya, dan kematian adalah sesuatu yang pasti, dan kali ini adalah giliranmu
untuk pergi, aku sangat tahu itu.
Tapi yang membuatku tersentak sedemikian hebat, adalah kenyataan bahwa
kematian benar-benar dapat memutuskan kebahagiaan dalam diri seseorang, sekejap
saja, lalu rasanya mampu membuatku menjadi nelangsa setengah mati, hatiku
seperti tak di tempatnya, dan tubuhku serasa kosong melompong, hilang isi.
Kau tahu sayang, rasanya seperti angin yang tiba-tiba hilang berganti
kemarau gersang. Pada airmata yang jatuh kali ini, aku selipkan salam
perpisahan panjang, pada kesetiaan yang telah kau ukir, pada kenangan pahit
manis selama kau ada. Aku bukan hendak megeluh, tapi rasanya terlalu sebentar
kau disini.
Mereka mengira aku lah kekasih yang baik bagimu sayang, tanpa mereka
sadari, bahwa kaulah yang menjadikan aku kekasih yang baik. Mana mungkin aku
setia padahal memang kecenderunganku adalah mendua, tapi kau ajarkan aku
kesetiaan, sehingga aku setia, kau ajarkan aku arti cinta, sehingga aku mampu
mencintaimu seperti ini.
Selamat jalan, Kau dari-Nya, dan kembali pada-Nya, kau dulu tiada
untukku, dan sekarang kembali tiada.
Selamat jalan sayang, cahaya mataku, penyejuk jiwaku,
Selamat jalan, calon bidadari surgaku ….
Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
Pada tahun
1968, BJ Habibie telah mengundang sejumlah insinyur untuk bekerja di
industri pesawat terbang Jerman. Sekitar 40 insinyur Indonesia akhirnya dapat
bekerja di MBB atas rekomendasi Pak Habibie. Hal ini dilakukan untuk
mempersiapkan skill dan pengalaman (SDM) insinyur Indonesia untuk suatu saat
bisa kembali ke Indonesia dan membuat produk industri dirgantara (dan kemudian
maritim dan darat). BJ Habibie bersedia dan melepaskan jabatan, posisi dan
prestise tinggi di Jerman. Hal ini dilakukan BJ Habibie demi memberi sumbangsih
ilmu dan teknologi pada bangsa ini. Pada 1974 di usia 38 tahun, BJ Habibie
pulang ke tanah air. Iapun diangkat menjadi penasihat pemerintah (langsung
dibawah Presiden) di bidang teknologi pesawat terbang dan teknologi tinggi
hingga tahun 1978. Meskipun demikian dari tahun 1974-1978, Habibie masih sering
pulang pergi ke Jerman karena masih menjabat sebagai Vice Presiden dan Direktur Teknologi di MBB.
Habibie
mulai benar-benar fokus setelah ia melepaskan jabatan tingginya di Perusahaan
Pesawat Jerman MBB pada 1978. Dan sejak itu, dari tahun 1978 hingga 1997,
ia diangkat menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menristek)
sekaligus merangkap sebagai Ketua Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).
Disamping itu Habibie juga diangkat sebagai Ketua Dewan Riset Nasional dan
berbagai jabatan lainnya
Ketika
menjadi Menristek, Habibie mengimplementasikan visinya
yakni membawa Indonesia menjadi negara industri berteknologi tinggi. Ia
mendorong adanya lompatan dalam strategi pembangunan yakni melompat dari
agraris langsung menuju negara industri maju. Visinya yang langsung membawa
Indonesia menjadi negara Industri mendapat pertentangan dari berbagai pihak,
baik dalam maupun luar negeri yang menghendaki pembangunan secara bertahap yang
dimulai dari fokus investasi di bidang pertanian.
Tiga tahun setelah kepulangan ke Indonesia, Habibie
(usia 41 tahun) mendapat gelar Profesor Teknik dari ITB. Selama 20 tahun
menjadi Menristek, akhirnya pada tanggal 11 Maret 1998, Habibie terpilih
sebagai Wakil Presiden RI ke-7 melalui Sidang Umum MPR. Di masa itulah krisis
ekonomi (krismon) melanda kawasan Asia termasuk Indonesia.
Soeharto
mundur, maka Wakilnya yakni BJ Habibie pun diangkat menjadi Presiden RI ke-3
berdasarkan pasal 8 UUD 1945. Namun, masa jabatannya sebagai presiden hanya
bertahan selama 512 hari. Meski sangat singkat, kepemimpinan Presiden Habibie
mampu membawa bangsa Indonesia dari jurang kehancuran akibat krisis. Presiden
Habibie berhasil memimpin negara keluar dari dalam keadaan ultra-krisis,
melaksanankan transisi dari negara otorian menjadi demokrasi. Sukses
melaksanakan pemilu 1999 dengan multi parti (48 partai), sukses membawa
perubahan signifikn pada stabilitas, demokratisasi dan reformasi di Indonesia.
Habibie
merupakan presiden RI pertama yang menerima banyak penghargaan terutama di
bidang IPTEK baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
Kehidupan anak – anak
Masa kecil Habibie dilalui bersama saudara-saudaranya di Pare-Pare,
Sulawesi Selatan. Sifat tegas berpegang pada prinsip telah ditunjukkan Habibie
sejak kanak-kanak. Habibie yang punya kegemaran menunggang kuda dan membaca ini
dikenal sangat cerdas ketika masih menduduki sekolah dasar. Selama bersekolah,
Habibie tidak pernah merosot sampai ke peringkat tiga, beliau selalu mendapat
peringkat satu kalau tidak ya peringkat dua dikelasnya. Kecerdasannya itulah
yang membawa beliau meraih kesuksesan sampai saat ini dimasa tuanya, meraih
gelar vice president di MBB Jerman suatu perusahaan pesawat berteknologi tinggi,
serta gelar dan prestasi tinggi lainnya yang belum pernah diraih oleh warga
Indonesia manapun. Tak lama setelah ayahnya meninggal, Ibunya kemudian menjual
rumah dan kendaraannya dan pindah ke Bandung bersama Habibie, sepeninggal
ayahnya, ibunya membanting tulang membiayai kehidupan anak-anaknya terutama
Habibie, karena kemauan untuk belajar Habibie kemudian menuntut ilmu di
Gouvernments Middlebare School. Di SMA, beliau mulai tampak menonjol
prestasinya, terutama dalam pelajaran-pelajaran eksakta. Habibie menjadi sosok
favorit di sekolahnya.
Kehidupan Masa Dewasa
Karena kecerdasannya, Setelah tamat SMA di bandung tahun 1954, beliau masuk
di ITB (Institut Teknologi Bandung), Ia tidak sampai selesai disana karena
beliau mendapatkan beasiswa dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk
melanjutkan kuliahnya di Jerman, karena mengingat pesan Bung Karno tentang
pentingnya Dirgantara dan penerbangan bagi Indonesia maka ia memilih jurusan
Teknik Penerbangan dengan spesialisasi Konstruksi pesawat terbang di Rhein Westfalen Aachen Technische Hochschule
(RWTH)Ketika sampai di Jerman, beliau sudah bertekad untuk sunguh-sungguh
dirantau dan harus sukses, dengan mengingat jerih payah ibunya yang membiayai
kuliah dan kehidupannya sehari-hari. Beberapa tahun kemudian, pada tahun 1955
di Aachean, 99% mahasiswa Indonesia yang belajar di sana diberikan beasiswa
penuh. Hanya beliaulah yang memiliki paspor hijau atau swasta dari pada
teman-temannya yang lain Musim liburan bukan liburan bagi beliau justru
kesempatan emas yang harus diisi dengan ujian dan mencari uang untuk membeli
buku. Sehabis masa libur, semua kegiatan disampingkan kecuali belajar. Berbeda
dengan teman-temannya yang lain, mereka; lebih banyak menggunakan waktu liburan
musim panas untuk bekerja, mencari pengalaman dan uang tanpa mengikuti ujian.
Beliau mendapat gelar Diploma Ing, dari Technische Hochschule, Jerman tahun
1960 dengan predikat Cumlaude (Sempurna) dengan nilai rata-rata 9,5, Dengan
gelar insinyur, beliau mendaftar diri untuk bekerja di Firma Talbot, sebuah
industri kereta api Jerman. Pada saat itu Firma Talbot membutuhkan sebuah wagon
yang bervolume besar untuk mengangkut barang-barang yang ringan tapi volumenya
besar. Talbot membutuhkan 1000 wagon. Mendapat persoalan seperti itu, Habibie
mencoba mengaplikasikan cara-cara kontruksi membuat sayap pesawat terbang yang
ia terapkan pada wagon dan akhirnya berhasil.
Setelah itu beliau kemudian melanjutkan studinya untuk gelar Doktor di Technische Hochschule Die Facultaet Fuer Maschinenwesen Aachean kemudian Habibie menikah pada tahun 1962 dengan Hasri Ainun Habibie yang kemudian diboyong ke Jerman, hidupnya makin keras, di pagi-pagi sekali Habibie terkadang harus berjalan kaki cepat ke tempat kerjanya yang jauh untuk menghemat kebutuhan hidupnya kemudian pulang pada malam hari dan belajar untuk kuliahnya, Istrinya Nyonya Hasri Ainun Habibie harus mengantri di tempat pencucian umum untuk mencuci baju untuk menhemat kebutuhan hidup keluarga. Pada tahun 1965 Habibie mendapatkan gelar Dr. Ingenieur dengan penilaian summa cumlaude (Sangat sempurna) dengan nilai rata-rata 10 dari Technische Hochschule Die Facultaet Fuer Maschinenwesen Aachean.
Setelah itu beliau kemudian melanjutkan studinya untuk gelar Doktor di Technische Hochschule Die Facultaet Fuer Maschinenwesen Aachean kemudian Habibie menikah pada tahun 1962 dengan Hasri Ainun Habibie yang kemudian diboyong ke Jerman, hidupnya makin keras, di pagi-pagi sekali Habibie terkadang harus berjalan kaki cepat ke tempat kerjanya yang jauh untuk menghemat kebutuhan hidupnya kemudian pulang pada malam hari dan belajar untuk kuliahnya, Istrinya Nyonya Hasri Ainun Habibie harus mengantri di tempat pencucian umum untuk mencuci baju untuk menhemat kebutuhan hidup keluarga. Pada tahun 1965 Habibie mendapatkan gelar Dr. Ingenieur dengan penilaian summa cumlaude (Sangat sempurna) dengan nilai rata-rata 10 dari Technische Hochschule Die Facultaet Fuer Maschinenwesen Aachean.
Pendidikannya
·
SD dan SMP di Pare – Pare (Sulawesi Selatan)
·
SMA di bandung tahun 1954
·
ITB (Institut Teknologi Bandung)
·
Teknik Penerbangan dengan spesialisasi Konstruksi pesawat terbang di Rhein Westfalen Aachen Technische Hochschule
(RWTH) mendapat gelar Diploma Ing, dari Technische Hochschule, Jerman tahun
1960 dengan predikat Cumlaude
(Sempurna) dengan nilai rata-rata 9,5
·
gelar Doktor di Technische Hochschule
Die Facultaet Fuer Maschinenwesen Aachean mendapatkan gelar Dr. Ingenieur
dengan penilaian summa cumlaude
(Sangat sempurna) dengan nilai rata-rata 10 dari Technische Hochschule Die Facultaet Fuer Maschinenwesen Aachean.
·
pada tahun 1967, menjadi Profesor kehormatan (Guru Besar) pada Institut
Teknologi Bandung
·
kejeniusan membuat lembaga internasional memberi penghargaan dan pengakuan
di antaranya, Gesselschaft fuer Luft und
Raumfahrt (Lembaga Penerbangan dan Angkasa Luar) Jerman, The Royal Aeronautical Society London
(Inggris), The Royal Swedish Academy of
Engineering Sciences (Swedia), The
Academie Nationale de l'Air et de l'Espace (Prancis) dan The US, Academy of Engineering (Amerika
Serikat, Edward Warner Award dan Award
von , penghargaan tertinggi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Ganesha
Praja Manggala Bhakti Kencana
Kehidupan Masa Tua
·
Beliau tetap pulang pergi Jerman – Indonesia karena di Jerman dia masih
mengurusi MBB, dan diIndonesia, beliau tetap eksis dalam mengurusi organisasi
“Habibie Centre”.
Kehidupan
Berkarier/Bekerja
·
bekerja di Firma Talbot, sebuah industri kereta api Jerman
·
Menjabat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi (Menristek) sekaligus merangkap sebagai
Ketua Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Disamping itu
Habibie juga diangkat sebagai Ketua Dewan Riset Nasional dan berbagai jabatan
lainnya
·
Presiden
Habibie berhasil memimpin negara keluar dari dalam keadaan ultra-krisis, melaksanankan
transisi dari negara otorian menjadi demokrasi. Sukses melaksanakan pemilu 1999
dengan multi parti (48 partai), sukses membawa perubahan signifikn pada
stabilitas, demokratisasi dan reformasi di Indonesia.
·
menjabat
sebagai Vice Presiden dan Direktur
Teknologi di MBB
Kehidupan Beragama
·
Habibie dan Ainun sangat religius dan luar biasa, mereka selalu berpuasa
senin – kamis dan selalu membaca al – Qur’an satu juz setiap hari bersama –
sama.
·
Walaupun sibuk dengan urusan bangsa, organisasi dan keluarga, namun nilai –
nilai spiritual tetap harus didepankan.
·
Beliau tidak pernah lupa sholat lima waktu, sesekali sholat tahajjud, puasa
senin – kamis, serta menunaikan ibadah haji.
·
Selama dirantau dalam keadaan rindu dengan Tuhan, dimanapun tidak memilih
tempat ia selalu berdoa tanpa henti, beliau adalah ayah yang saleh, beliau
selalu membawa tasbih kemanapun pergi.
·
“Ibadah spiritual merupakan charge
( mengisi tenaga) dan secara biologis hal itu berarti menambah kalori dan
energi”, ungkap Pak Habibie.
Ucapannya
·
Setiap berbicara mengenai apapun, beliau tidak pernah berbelit – belit,
tegas, meyakinkan, ilmiah, dan penuh pendirian serta percaya diri.
·
Setiap perbuatan dan perkataannya selalu melibatkan Tuhan dan keluarga,
karena tidak semua orang bisa mempertahankan konsistensi antara kejayaan, Tuhan
dan keluarga.
·
Bangsa ini adalah bangsa besar yang terdiri dari ribuan pulau. Negara ini
dipersatukan oleh kapal dan pesawat. Selain itu, kita butuh industri strategis.
Industri yang menggerakkan industri-industri lain. Kita mendidik anak-anak kita
di perguruan tinggi. Tapi kita tidak menyiapkan lapangan kerja untuk mereka. Atas logika yang jernih itulah keberadaan industri strategis perlu
dipertahankan. Meskipun untuk membangunnya membutuhkan dana yang besar. Tapi
ketika berhasil, nilai tambah yang dihasilkan jauh melebihi dari dana awal yang
investasi.
·
Bismilahirarahmanirrahim! Atas nama isteri, keluarga, dan semua pakar
Dirgantara dimanapun anda berada, yang masih hidup atau tiada lagi, saya
menyatakan terima kasih mewakili anda semua menerima penghargaan, untuk jasa
mereasilisasikan cita-cita pendiri dan para anggota ICAO. Ini membuktikan bahwa
penguasaan dan pengendalian IPTEK bukan hak prerogatif kaya atau masyarakat
maju, tetapi adalah hak prerogatif umat manusia di manapun ia berkarya! (Pidato
BJ Habibie saat menerima penghargaan “Edward
Warner Award” 7 Desember 1994 di Pusat ICAO, Montreal.
·
I have some figures which compare the cost of one kilo
of airplane compared to one kilo of rice. One kilo of airplane costs thirty
thousand US dollars and one kilo of rice is seven cents. And if you want to pay
for your one kilo of high-tech products with a kilo of rice, I don’t think we
have enough.” (Sumber : BBC: BJ Habibie Profile -1998.)
·
No, to be frank. I am only interested in the answer to
where should I be to give the maximum contribution to my society and the human
race. But I am sure that until my last minutes of being alive, I will always
dedicate myself to my society." (Sources : BBC: BJ Habibie Profile -1998.)
·
Ilmu Dirgantara dan maritim, harus dikuasai secara mandiri, itu bukan
idenya Pak Harto, bukan idenya Pak Habibie, idenya generasinya Bung Karno yang
dicetuskan oleh Bung Karno, kami adalah pelaksananya,” (Bacharuddin Jusuf Habibie, Gedung DPRD Sulawesi
Selatan)
·
Untuk saat sekarang ini, keterampilan bisa dimiliki sehingga membuat
prasarana dan peralatan dapat terus disempurnakan. Keterampilan tidak dapat
dipisahkan dari perencanaan, perekayasaan, dan pembuatan apa saja yang
dibutuhkan manusia dengan memanfaatkan “teknologi” dengan cara dan teknik dapat
memiliki apa yang diinginkan dengan pengorbanan minimal“. (Bacharuddin
Jusuf Habibie, Doctor Honoris Causa
dalam bidang Filsafat Teknologi, Universitas Indonesia, Indonesia, 2010).
Perjuangan/Pengorbanan
·
Berkat Pak Habibi, Indonesia pernah dikenal
kejayaannya dalam industri dan pendidikan, kita memilikipesawat terbang pertama
untuk kemiliteran dan nilai tukar rupiah terhadap dollar bisa meroket mencapai
Rp 6.500 per dollar AS, hal yang tidak pernah dapat dicapai lagi di era
pemerintahan selanjutnya. Selain itu ia juga menerapkan independensi Bank
Indonesia agar fokus mengurusi perekonomian perbankan.
·
Beliau terpaksa membebaskan Timor – Timur
dari Indonesia, lepasnya Timor – Timur disatu sisi memang disesali berbagai
pihak dan menjerumuskan Habibi dalam masalah kepemimpinannya karena dianggap
tidak reformatis dan nasionalis, tapi disisi lain alasan Habibi melakukan hal
itu dikarenakan untuk membebaskan Bangsa Indonesia dari tuduhan – tuduhan
pelanggaran HAM di Timor – Timur yang sudah terlanjur parah dan merusak nama
Indonesia di mata dunia.
Kehidupan Bermasyarakat
Dalam
kehidupan bermasyarakat B.J Habibie kurang dalam membaur dengan masyarakat
sekitarnya. Hal ini dikarenakan B.J Habibie terlalu sibuk bekerja sehingga
tidak mempunyai banyak waktu untuk membaur dengan masyarakat disekelilingnya.
Kesimpulannya,
perjalan hidup B.J.Habibie tidak selalu lurus dan indah, namun ibarat mendayung di antar ribuan orang pintar pastilah ada cobaan, tikaman dan hujatan dari orang lain melalui kritik positif maupun yang tidak membangun. Namun, semuanya beliau atasi dengan tenang serta ibadah spiritul sebagai charge dalam hidup. Dan, berbakti kepada kedua orang tua bagi beliau merupakan kunci kesuksesan utama yang membawa beliau kejenjang kesuksesan dan prestasi baik tingkat dunia maupun Internasional.
Dikutip dari,
Buku The True Life of Habibie (Cerita di Balik Kesuksesan).
By : Andi Meiria Kurnia Utami
6 komentar
Lengkap sekali Biografinya, mantap
BalasHapusJika saudara punya referensi yang lain boleh kok menambahkan , biar data yang saya punya juga lebih banyak. Terima kasih kunjungannya :)
HapusPastinya keluarga besar Habibie memiliki nilai-nilai yang luhur...
BalasHapusApakah postingan anda boleh di copy
BalasHapusterima kasih....
Bapak teknologi yang pintar, bijak dan cerdas. Kita bangga dengan memiliki sosok yang hebat seperti beliau.
BalasHapusBJ. Habibie
sama sama habibie semoga menginspirasi juga Sukses Habibie Afysah Bisnis Online
BalasHapus